Aku hidup dalam keluarga yang biasa_biasa sajah, tapi bisa di sebut juga kekurangan tapi tidak terlalu miskin.Ayahku hanya seorang tukang becak dan ibuku hanya sebagai ibu rumah tangga yang terkadang juga menerima layanan cuci baju dari tetangga dan mendapatkan upah dari itu, dan aku adalah seorang wanita yang berumur 21th keras kepala tapi mandiri.Masa kecilku bisa di bilang juga menyenangkan tetapi juga menyedihkan, aku ingat dikala umurku baru 2/3thn aku pun lupa, tapi disaat itu ibuku menampar wajahku dengan keras hanya karena aku meminta uang jajan kepadanya,mungkin karena saat itu akupun masih terlalu kecil untuk mengerti bagaimana keadaan sebenarnya keuangan dalam keluarga kami.Menangis dan hanya menangis,,,,,,,
meminta pertolongan kepada nenek agar ibuku tidak menamparku lagi. Bisa di bayangkan bagaimana keadaan mental seorang anak berumur 2/3th yang di tampar ibunya sendir,,,, kenangan itu tidak akan terlupa di benakku.....tapi aku sangat bangga karena aku bisa terlahir dalam keluarga ini. Mereka semua menyayangiku, saat aku belum mempunyai adik, kedua orang tuaku membelikan apapun yang aku minta saat itu,kasih sayang kedua orang tua saat itu memang sungguh luar biasa.
Di manja selalu , itulah aku....
Tapi orang tuaku selalu mendidik anak-anaknya untuk mandiri, tidak bergantung kepada orang lain dan selalu menanamkan kaidah-kaidah agama.Aku ingat pada saat aku berumur 12th atau saat itu aku masih SD, orangtuaku menyuruhku untuk belajar ngaji di musholah dekat rumah, tapi pada saat itu karena aku malu maka aku menolak perintah mereka dan kabur dari rumah,entah apa yang ada dalam fikiranku saat itu, tapi nyatanya ayahku mengejarku sampai ke jalan raya dan memakiku serta memukulku,,, entahlah mungkin saat kecilku itu terlalu banyak pukulan yang membekas dalam diri.
Aku memiliki seorang adik perempuan yang jaraknya hanya 4th dariku, tapi entah mengapa kasih sayang yang di berikan oleh orang tuaku selalu berlebihan terhadapku,aku selalu bermanja-manja kepada ayahku saat kecil sampai remaja, dan selalu menyuruh adik perempuanku untuk menuruti apa yang ibu perintahkan padaku,itulah kuasa seorang kakak, dan adikku selalu mengeluh kepada ibu terhadap sikapku, setiap hari kita bertengkar hanya karena saling menyuruh saat ibu meminta untuk beli kebutuhan dapur ke warung, daan nyatanya aku selalu menang dan adikulah yang selalu jadi pesuruh,, sungguh jahatnya aku...
sifatku dari SD, smp, sampai sma tetap sama, yaitu sulit untuk bersosialisasi kepada lingkungan, entah mengapa tapi menurutku sendiri itu karena aku adalah tipikal orang yang tidak mau tahu urusan orang lain.Yang aku perhatikan hanyalah urusanku sendiri sehingga aku tidak memiliki banyak teman, mungkin temanku itu bisa di hitung dengan jari.
Aku termasuk murid yang rajin mengerjakan seluruh pekerjaan yang di berikan oleh guruku dan terkenal dengan cap " si rajin dan si angkuh"
tak tau lah mengapa mereka menyebutku seperti itu,aku hanya tidak menyahuti omongan kosong mereka.Pada saat SMP aku hanya mengendarai sepeda bututku ke sekolah, melewati 3 desa ku kayuh sepeda sendiri setiap pagi selama 3th tanpa teman!!!
menikmati alam dan kesunyian sendiri, MALU ,,,,, itulah kata yang aku rasakan disaat aku duduk di tingkat 3 SMP,,, semua mencela dan melirikku yang masih menggunakan sepeda butut yang di belikan oleh ayahku. Apalagi saat itu aku mulai merasakan perasaan yang berbeda terhadap lawan jenisku, maka aku putuskan untuk membuang sepeda butut itu dari hadapanku, awalnya mungkin ibu hanya bertanya kenapa aku tidak mengendarai sepeda lagi,, aku hanya mencari-cari alasan untuk menolak pertanyaannya itu,seminggu ku jalani pergi ke sekolah tanpa sepeda, hanya mengandalkan angkutan umum dan merasa bahwa aku bukan orang miskin lagi! Tapi ayahku pun tahu dan memarahiku habis-habisan karena memang untuk membayar angkutan umum maka aku tidak bisa jajan karena ibu hanya memberiku uang yang pas,dari situ aku kesal dan marah kepada orang tuaku, bebrapa hari aku tidak berbicara kepada mereka, tidak mau makan dan hanya berkurung diri di kamar.
* to be continued*
0 komentar:
Posting Komentar