Niatan untuk pulang ke kampung halaman pun di batalkan oleh ibu, ketika aku memberinya kabar bahwa aku akan pulang, dia hanya bilang sudahlah tak ada ibu urus semuanya dengan bapakmu, kasihan pamanmu sudah tidak ada keluarga lagi. Yahhh... memang paman hidup sendiri dari dulu dan seingatku dia mempunyai mantan istri di tetangga desa kami namun dia tidak pernah menghubungi mantan istrinya itu, dari mantan istrinya itu dia memiliki 2 buah hati yang lucu-lucu yang kini sudah beranjak remaja. Pamanku itu adalah seorang lelaki yang humoris dan ringan tangan kepada siapapun, dia suka membantu dan sering memberi uang kepada aku dan adikku. Kala itu juga dia suka membantu perekonomian keluargaku, ibu selalu mencucikan baju-bajunya yang kotor bekas lumpur di sawah dan dia selalu memberi upah yang banyak kepada ibu. Maklum kondisi keluarga saat itu memang sangat susah. Kini paman baikku telah pergi ada rasa kosong dan iba padanya yang tak punya keluarga lagi. Ibu bilang aku tak usah pulang karena bapak dan nenek masih dalam perseteruan. Sedih memang mendengarnya dan mungkin tidak akan bisa terbayangkan kenapa hal ini terjadi kepada keluargaku, kenapa tidak kepada keluarga orang lain saja, itulah yang selalu ku keluhkan di saat berdo'a, selalu minta kepadanya agar bapak dan nenek akur kembali seperti dulu, seperti sebelum peri kecil kami ada.
Aku masih ingat kejadian bulan lalu, aku kembali ke jakarta dengan perasaan kacau dan sedih. Sepanjang perjalanan itu bapak hanya diam dia tidak seperti biasanya yang mengajakku ngobrol di atas sepeda motor butut yang aku beli dengan jerih payahku sendiri di tahun 2009 itu. Yang aku ingat saat itu dia hanya mengatakan satu hal kepadaku :" kanapa pulang ke jakartanya hari ini?bukankah masih ada 2 hari lagi kau libur?" dan aku hanya menjawab :"iya pak, tadi di telpon sama orang untuk mencarikan tiket dan aku harus segera kembali ke jakarta." Padahal saat itu aku berbohong padanya, tidak ada orang yang akan ku carikan tiket, aku hanya tidak bisa bertahan dengan kondisi rumahku yang seperti itu. Aku tahu saat aku bersalaman dengan ibu di belakang rumah, ibu menangis aku tahu itu bu, namun aku tak kuasa melihatmu dan langsung beranjak pergi begitupun di sepanjang jalan itu ketika bapak bertanya akupun hanya bisa menangis di atas roda dua itu, menangis diam tanpa suara. Yahhhh... mungkin faktor umur yang mengajarkanku untuk menangis tanpa suara, padahal sebelumnya aku selalu menangis dengan keras.
Kembali ke persoalan pamanku yang baik hati itu aku menjadi cemas pada ibu yang mengurus semua pemakamannya. Pasti ibu capek, lelah dan entah perasaan apa lagi yang akan dia tutupi pada kejadian hari ini. Yang aku tahu pasti dia akan sering pergi ke kamar hanya untuk mengelap pojok pipinya karena telah basah oleh air mata. Aku tahu ibu sering menangis dari dulu, dia diam-diam pergi ke kamar dan menangis, namun dikala tangisannya itu dia tidak pernah memperlihatkan kepada kami anak-anaknya. Dari kecil pula aku selalu menanagis keluar ketika tahu ibu pergi ke kamar, lalu aku lari ke kamar mandi untuk mencuci mukaku agar ibu tidak tahu. Aku ingin bisa sepertinya yang kuat dan selalu bertahan akan kehidupan keluarga kami yang serba sederhana. Bapak mungkin tahu tapi aku yakin dia tidak memperdulikannya, aku tahu betul sifat bapakku yang sering berfoya-foya ketika memiliki uang banyak. Dia tidak selalu memberikan semua uang hasil mengojek kepada ibu, dia menyimpannya sebagian untuk membeli keperluan-keperluan dia yang tidak sama sekali di butuhkan untuk lelaki seumuran dia. Ibu selalu marah dan kesal akan perbuatannya namun ibu hanya bisa kesal dan marah namun tidak bisa menghentikannya.
Bapakku yang telah berkepala empat lebih itu kini kebanyakan diam setelah apa yang aku perbuat padanya bulan lalu itulah kata ibu di sms yang selama ini selalu menceritakan apa yang telah terjadi di keluarga kami. Aku tahu ibu sangat membutuhkan orang untuk mendengar semua keluh kesahnya selama ini, aku tahu ibu telah lelah hati akan semuanya dan umurnya sudah tidak mampu untuk menampung semua persoalan hidup yang dialaminya. Ibu berani bercerita kepadaku semenjak aku bekerja di ibukota 3tahun yang lalu, mungkin diaa berfikir bahwa ank sulungnya kini harus lebih dewasa dan mengetahui segala apa yang terjadi di dalam keluarga kami, ketika ibu menceritakan apa yang sedang dia rasakan aku hanya diam dan terkadang tidak membalasnya, aku hanya membaca dan merasakan apa yang kini tengah ibu rasakan dan aku yakin ibupun tahu bahwa anak-anaknya juga sama sepertinya yang tidak bisa menahan tangis. Dia selalu bercerita dengan lembut, seakan dia memilih kata yang paling halus agar kami anak-anaknya tidak akan menangis saat membaca ceritanya namun tetap saja kami anak-anakmu yang lemah bu, kau tahu kan sifat anak-anakmu ini?mungkin ibu tahu aku sering menangis dirumah, disaat semua tengah tertidur aku hanya bisa menerawang ke atap rumah yang dipenuhi dengan debu dan rumah para laba-laba yang hampir roboh itu, kapankah aku bisa membahagiakan kedua orangtuaku?? pertanyaan itu masih selalu ku pertanyakan hampir setiap hari.
3tahun yang lalu aku bekerja semampuku untuk bisa menjawab semua pertanyaan itu, namun aku rasa itu semua belum cukup. Ibu masih tetap menangis dikamar, bapak masih tetap bertengkar dengan nenek, adik yang masih mencari uang sendiri disana, itu semua belum bisa ku perbaiki sampai saat ini dan itu menunjukkan bahwa aku belum bisa membahagiakan mereka. Sungguh aku tak tega melihat adikku yang masih muda untuk bekerja sendiri, sekarang dialah yang menjadi topangan keluargaku, aku merasa sangat tidak layak untuk menjadi seorang anak pertama yang tidak bisa menyisihkan uangku setiap bulan untuk ibu, aku sangat berterimakasih kepadamu dek,maafkan kakakmu yang telah menyusahkanmu dengan beban hidup disetiap bulannya.
Aku tahu bu engkau masih menyimpan buku diari 3tahun lalu yang aku simpan rapat-rapat dikoper, namun kaupun pasti menemukannya disaat membersihkan kamarku, entah apa yang akan kau rasakan ketika membaca semuanya tulisanku disana. Ibu apakah kau tahu sekarang anak sulungmu sedang apa? anak sulungmu ini merindukanmu bu, merindukan suasan keluarga harmonis yang dulu pernah kita rasakan. Ibu apa kau tahu anak sulungmu juga sekarang belum bisa pulang karena malu dengan pertanyaan-pertanyaan tetangga yang selalu menghardiknya untuk segera menikah. Aku tahu ibu juga merasakannya, aku tahu ibu juga pasti cemas disetiap harinya.
Yaaahhh.... Ibu di pagi yang hujan ini banyak sekali yang kufikirkan, mungkin inilah kegalauan terbesar selama tahun 2013 ini. Masalah keluarga, masalah keuangan, dan masalah perasaan bu yang sekarang masih membuatku bertahan untuk tidak makan nasi. Yahhhh... ternyata aku kuat untuk tidak makan nasi hampir 2 hari ini bu, hebat kan bu anakmu ini???Jika saja kau tahu mungkin engkau akan memarahiku bu, iya bu hari ini aku akan nasi, aku harus tetap menjalani kehidupanku bu, sama sepertimu yang sedang terus bertahan dengan keluarga kita bu, aku janji aku akan makan dengan teratur bu, aku akan menyelesaikan kuliahku dengan benar, aku akan terus mencoba untuk menjadi yang terbaik untuk Ibu. Aku selalu ingat dengan pesanmu bu, "Do'a Ibu akan selalu menyertai anak-anak ibu"
I love you Mom, more than anything in this world. You are myworld, my everything Mom.
Yah di Pagi hujan ini
16.25 |
Label:
Sebatas Cerita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar